BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan pengamatan selama ini, kita lebih banyak melakukan kegiatan
pasca bencana (post event) berupa emergency response dan recovery daripada
kegiatan sebelum bencana berupa disaster reduction/mitigation dan disaster
preparedness. Padahal, apabila kita memiliki sedikit perhatian terhadap
kegiatan-kegiatan sebelum bencana, kita dapat mereduksi potensi bahaya/
kerugian (damages) yang mungkin timbul ketika bencana.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa
pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan
penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana
(disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan perumusan
kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster management policies)
Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga
kegiatan utama, yaitu:
1.
Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini;
2.
Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan
tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan
search and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian;
3.
Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan
pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal
justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang
sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan
pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta
memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu
dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana.
Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian
bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa
penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan
perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada
saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan
mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya
bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola
dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran,
tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi
masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan
sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa
rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi
kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja,
tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan,
trauma atau depresi.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen
Bencana adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perlu
diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi dampak
bencana yang terjadi.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa itu bencana ?
2.
Bagaimana proses penanggulangan bencana di Indonesia ?
3.
Bagaimana penyelenggaraan manajemen logistiknya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI BENCANA
Pengertian
bencana atau disaster menurt Wikipedia: disaster
is the impact of a natural or man-made hazards that negatively effects society
or environment (bencana
adalah pengaruh alam atauancaman yang dibuat manusia yang berdampak negatif
terhadap masyarakat dan lingkungan). Dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, dikenal pengertian dan beberapa istilah terkait dengan
bencana. Bencana adalah peristiwa atau masyarakat rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana
yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan
oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan dan tanah longsor. Bencana nonalam adalah bencana
yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara
lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan
wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang
meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat
dan teror. Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO adalah setiap
kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia
atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada
skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah
yang terkena. Bencana adalah situasi dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Tergantung pada cakupannya, bencana ini bisa merubah pola kehidupan
dari kondisi kehidupan masyarakat yang normal menjadi rusak, menghilangkan
harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur sosial masyarakat, serta
menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar (BAKORNAS PBP). Jenis Bencana Usep
Solehudin (2005) mengelompokkan bencana menjadi 2 jenis yaitu :
1.
Bencana alam (natural disaster) yaitu kejadian-kejadian alami
seperti kejadian-kejadian alami seperti banjir, genangan, gempa bumi, gunung
meletus, badai, kekeringan, wabah, serangga dan lainnya.
2.
Bencana ulah manusia (man made disaster) yaitu
kejadian-kejadian karena perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat udara atau
kendaraan, kebakaran, huru-hara, sabotase, ledakan, gangguan listrik, ganguan
komunikasi, gangguan transportasi dan lainnya.
Sedangkan berdasarkan cakupan wilayah, bencana
terdiri dari:
1.
Bencana Lokal
Bencana ini biasanya
memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang berdekatan. Bencana terjadi
pada sebuah gedung atau bangunan-bangunan disekitarnya.
Biasanya adalah karena akibat faktor manusia seperti kebakaran, ledakan,
terorisme, kebocoran bahan kimia dan lainnya.
2.
Bencana Regional
Jenis bencana ini memberikan
dampak atau pengaruh pada area geografis yang cukup luas dan biasanya
disebabkan oleh faktor alam, seperti badai, banjir, letusan gunung, tornado dan lainnya.
Menurut Barbara santamaria (1995), ada
tiga fase dapat terjadinya suatu bencana yaitu :
1.
Fase pre impact
merupakan warning phase, tahap awal dari bencana. Informasi didapat dari
badan satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya pada fase inilah segala
persiapan dilakukan dengan baik oleh pemerintah, lembaga dan masyarakat.
2.
Fase impact merupakan
fase terjadinya klimaks bencana.inilah saat-saat dimana manusia sekuat tenaga
mencoba untuk bertahan hidup, fase impact ini terus berlanjut hingga tejadi
kerusakan dan bantuan-bantuan yang darurat dilakukan.
3.
Fase post impact
merupakan saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari fase darurat. Juga
tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi kualitas normal. Secara
umum pada fase post impact para korban akan mengalami tahap respons fisiologi
mulai dari penolakan (denial), marah (angry), tawar-menawar (bargaing), depresi
(depression) hingga penerimaan (acceptance).
B. PROSES
PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA
1. Peralatan
Dalam upaya
menanggulangi bencana alam yang terjadi di negeri ini tentunya akan membutuhkan
berbagai peralatan logistik, berikut ini beberapa kebutuhan logistik yang
dibutuhkan dan siap pakai saat bencana terjadi:
a.
Alat transportasi baik darat, laut, dan udara
b.
Alat-alat berat
c.
Tenda yang berukuran besar maupun kecil
d.
Peralatan medis dan obat-obatan
e.
Makanan instant
f.
Alat penyedia air bersih
g.
dll
Peralatan diatas merupakan suatu yang vital karena
tanpa adanya peralatan-peralatan tersebut, penanggulangan bencana akan sangat
sulit dilakukan.
Proses Manajemen logistik dalam
penanggulangan bencana ini meliputi delapan tahapan terdiri dari:
1.
Perencanaan/Inventarisasi Kebutuhan
2.
Pengadaan dan/atau Penerimaan
3.
Pergudangan dan/atau Penyimpanan
4.
Pendistribusian
5.
Pengangkutan
6.
Penerimaan di tujuan
7.
Pertanggungjawaban
Delapan tahapan
Manajemen Logistik dan Peralatan tersebut dilaksanakan secara keseluruhan
menjadi satu sistem terpadu. Rincian kegiatan dan tujuan masing-masing tahapan
Manajemen Logistik dan Peralatan itu adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan/Inventarisasi
Kebutuhan
a.
Proses Inventarisasi Kebutuhan adalah langkah-langkah
awal untuk mengetahui apa yang dibutuhkan, siapa yang membutuhkan, di mana,
kapan dan bagaimana cara menyampaikan kebutuhannya.
b.
Inventarisasi ini membutuhkan ketelitian dan
keterampilan serta kemampuan untuk mengetahui secara pasti kondisi korban
bencana yang akan ditanggulangi.
c.
Maksud dan
Tujuan Perencanaan/Inventarisasi kebutuhan adalah :
d.
Contoh
formulir Inventarisasi pada Lampiran memberikan gambaran langkah-langkah apa
saja yang dibutuhkan dalam melaksanakan proses ini.
e.
Inventarisasi kebutuhan dihimpun dari :
a)
Laporan-Laporan;
b)
Tim Reaksi Cepat;
c)
Media Massa;
d)
Instansi terkait;
f.
Perencanaan
Inventarisasi kebutuhan terdiri dari :
a.
Penyusunan standar kebutuhan minimal.
b.
Penyusunan kebutuhan jangka pendek, menengah dan
panjang.
2. Pengadaan
dan/atau Penerimaan
a.
Proses penerimaan dan/atau pengadaan logistik dan
peralatan penanggulangan bencana dimulai dari pencatatan atau inventarisasi
termasuk kategori logistik atau peralatan, dari mana bantuan diterima, kapan
diterima, apa jenis bantuannya, seberapa banyak jumlahnya, bagaimana cara
menggunakan atau mengoperasikan logistik atau peralatan yang disampaikan,
apakah ada permintaan untuk siapa bantuan ini ditujukan.
b.
Proses penerimaan atau pengadaan logistik dan peralatan
untuk penanggulangan bencana dilaksanakan oleh penyelenggara penanggulangan
bencana dan harus diinventarisasi atau dicatat. Pencatatan dilakukan sesuai
dengan contoh formulir dalam lampiran.
c.
Maksud dan Tujuan Penerimaan dan/atau Pengadaan:
1.
Mengetahui jenis logistik dan peralatan yang diterima
dari berbagai sumber.
2.
Untuk mencocokkan antara kebutuhan dengan logistik dan
peralatan yang ada.
3.
Menginformasikan logistik dan peralatan sesuai skala
prioritas kebutuhan.
4.
Untuk menyesuaikan dalam hal penyimpanan.
d.
Sumber Penerimaan dan/atau Pengadaan
e.
Proses Penerimaan dan/atau Pengadaan
a.
Proses pengadaan logistik dan peralatan penanggulangan
bencana dilaksanakan secara terencana dengan memperhatikan jenis dan jumlah
kebutuhan, yang dapat dilakukan melalui pelelangan, pemilihan dan penunjukkan
langsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b.
Penerimaan logistik dan peralatan melalui hibah
dilaksanakan berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku dengan
memperhatikan kondisi pada keadaan darurat.
3. Pergudangan
dan Penyimpanan
a.
Proses penyimpanan dan pergudangan dimulai dari data
penerimaan logistik dan peralatan yang diserahkan kepada unit pergudangan dan
penyimpanan disertai dengan berita acara penerimaan dan bukti penerimaan
logistik dan peralatan pada waktu itu.
b.
Pencatatan data penerimaan antara lain meliputi jenis
barang logistik dan peralatan apa saja yang dimasukkan ke dalam gudang, berapa
jumlahnya, bagaimana keadaannya, siapa yang menyerahkan, siapa yang menerima,
cara penyimpanan menggunakan metoda barang yang masuk terdahulu dikeluarkan
pertama kali (first-in first-out) dan atau menggunakan metode last-in first-out.
c.
Prosedur penyimpanan dan pergudangan, antara lain
pemilihan tempat, tipe gudang, kapasitas dan fasilitas penyimpanan, system
pengamanan dan keselamatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Pendistribusian
a.
Berdasarkan data inventarisasi kebutuhan maka
disusunlah perencanaan pendistribusian logistik dan peralatan dengan disertai
data pendukung: yaitu yang didasarkan kepada permintaan dan mendapatkan
persetujuan dari pejabat berwenang dalam penanggulangan bencana.
b.
Perencanaan pendistribusian terdiri dari data: siapa
saja yang akan menerima bantuan, prioritas bantuan logistik dan peralatan yang
diperlukan, kapan waktu penyampaian, lokasi, cara penyampaian, alat
transportasi yang digunakan, siapa yang bertanggung jawab atas penyampaian
tersebut.
c.
Maksud dan Tujuan Pendistribusian adalah :
a)
Mengetahui sasaran penerima bantuan dengan tepat.
b)
Mengetahui jenis dan jumlah bantuan logistik dan
peralatan yang harus disampaikan.
c)
Merencanakan
cara penyampaian atau pengangkutannya.
5. Pengangkutan
a.
Berdasarkan data perencanaan pendistribusian, maka
dilaksanakan pengangkutan.
b.
Data yang dibutuhkan untuk pengangkutan adalah: jenis
logistik dan peralatan yang diangkut, jumlah, tujuan, siapa yang bertanggungjawab
dalam perjalanan termasuk tanggung jawab keamanannya, siapa yang bertanggungjawab
menyampaikan kepada penerima.
c.
Penerimaan oleh penanggungjawab pengangkutan disertai
dengan berita acara dan bukti penerimaan logistik dan peralatan yang diangkut.
d.
Maksud dan Tujuan Pengangkutan:
1.
Mengangkut dan atau memindahkan logistik dan peralatan
dari gudang penyimpanan ke tujuan penerima
2.
Menjamin keamanan, keselamatan dan keutuhan logistik
dan peralatan dari gudang ke tujuan.
3.
Mempercepat penyampaian.
e.
Jenis Pengangkutan
a.
Jenis pengangkutan terdiri dari angkutan darat, laut,
sungai, danau dan udara, baik secara komersial maupun non komersial yang
berdasarkan kepada ketentuan yang berlaku.
b.
Pemilihan moda angkutan berdasarkan pertimbangan:
6. Penerimaan
di Tempat Tujuan
a.
Langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam
penerimaan di tempat tujuan adalah:
b.
Mencocokkan antara data di manifest pengangkutan dengan
jenis bantuan yang diterima.
c.
Men-check kembali, jenis, jumlah, berat dan kondisi
barang.
d.
Mencatat tempat pemberangkatan, tanggal waktu
kedatangan, sarana transportasi, pengirim dan penerima barang.
e.
Membuat berita acara serah terima dan bukti penerimaan.
7. Pertanggungjawaban
a.
Seluruh proses manajemen logistik dan peralatan yang
telah dilaksanakan harus dibuat pertanggung jawabannya.
b.
Pertanggungjawaban penanggulangan bencana baik keuangan
maupun kinerja, dilakukan pada setiap tahapan proses dan secara paripurna untuk
seluruh proses, dalam bentuk laporan oleh setiap pemangku proses secara
berjenjang dan berkala sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi.
C. POLA
PENYELENGGARAAN MANAJEMEN LOGISTIK
Pedoman manajemen
logistik dan peralatan penanggulangan bencana menganut pola penyelenggaraan
suatu sistem yang melibatkan beberapa lembaga atau sistem kelembagaan dalam
berbagai tingkatan teritorial wilayah, mulai dari:
1.
Tingkat Nasional,
2.
Tingkat Provinsi,
3.
Tingkat Kabupaten/Kota.
Dengan melibatkan
banyak kelembagaan ini berbagai konsekuensi akan terjadi termasuk di dalamnya
adalah sistem manajemen yang mengikuti fungsinya, sistem komando, sistem
operasi, sistem perencanaan, system administrasi dan keuangan, sistem
komunikasi dan sistem transportasi. Masing-masing tingkat kelembagaan dalam
melaksanakan manajemen logistik dan peralatan penanggulangan bencana
menggunakan pedoman delapan tahapan manajemen logistik dan peralatan, yang pada
masingmasing tingkat lembaga penyelenggara memiliki ciri-ciri khusus sebagai konsekuensi sesuai dengan tingkat
kewenangannya.
1. Tingkat
Nasional
Otoritas
pemerintah pusat dalam penanggulangan bencana diwakili oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam menjalankan peran tersebut BNPB mempunyai
kemudahan akses dan koordinasi dengan organisasi yang dapat membantu system
manajemen logistik dan peralatan untuk bencana. Fungsi Penyelenggaraan
Manajemen Logistik dan Peralatan Tingkat Nasional adalah:
1.
Seluruh komponen kelembagaan mematuhi dan melaksanakan
sistem manajemen logistik dan peralatan yang telah ditetapkan, baik dalam
keadaan prabencana, keadaan terjadi bencana, dan pascabencana.
2.
Dukungan pemerintah, pemerintah tingkat provinsi,
kabupaten/kota atau atau lembaga lain dapat dikoordinasikan sesuai dengan
sistem manajemen logistik dan peralatan.
3.
Menghimpun fakta dan informasi yang diperlukan oleh
masyarakat dari berbagai sumber yang dapat dipertanggung jawabkan, dalam bentuk
informasi melalui media massa yang mudah diakses.
4.
Menjalankan
Pedoman Manajemen Logistik dan Peralatan Penanggulangan Bencana secara
konsisten.
5.
Berfungsi sebagai penanggung jawab atas tugas dan
koordinasi seluruh sumberdaya dalam penanggulangan bencana yang berkaitan
dengan logistik dan peralatan yang dipergunakan.
6.
Bertanggung jawab atas pengelolaan dan pendistribusian
bantuan dari luar negeri, dengan sistem satu pintu.
7.
Menjadi
koordinator dalam hal informasi dan komunikasi dalam penanggulangan bencana.
Dalam hal ini jaringan komunikasi antar tingkatan organisasi pendukung sistem
logistik dan peralatan harus terjalin dengan baik.
8.
Sistem logistik dan peralatan tingkat nasional
merupakan pemegang sistem komando bencana dalam hal logistik dan peralatan.
2. Tingkat
Provinsi
Fungsi
Penyelenggaraan Manajemen Logistik dan Peralatan Tingkat Provinsi adalah :
a.
Penyelenggara manajemen logistik dan peralatan tingkat
provinsi memiliki tanggung jawab, tugas dan wewenang di wilayahnya.
b.
Sebagai titik kontak utama bagi operasional di area
bencana yang meliputi dua atau lebih kabupaten/kota yang berbatasan.
c.
Mengkoordinasikan semua pelayanan dan pendistribusian
bantuan logistik dan peralatan di area bencana.
d.
Sebagai pusat informasi, verifikasi dan evaluasi
situasi di area bencana.
e.
Memelihara hubungan dan mengkoordinasikan semua lembaga
yang terlibat dalam penanggulangan bencana dan melaporkannya secara periodik
kepada kepala BNPB.
f.
Membantu dan memandu operasi di area bencana pada
setiap tahapan manajemen logistik dan peralatan.
g.
Menjalankan pedoman manajemen logistik dan peralatan
penanggulangan bencana secara konsisten.
3. Tingkat
Kabupaten/Kota
Penyelenggaraan
Manajemen Logistik dan Peralatan Tingkat Kabupaten/Kota adalah :
a. Mengelola
dan mengkoordinasikan seluruh aktifitas manajemen logistik dan peralatan, terutama
pada masa siaga darurat, tanggap darurat dan pemulihan darurat.
b. Bertanggung
jawab atas dukungan fasilitas, pelayanan, personil, peralatan dan bahan atau
material lain yang dibutuhkan oleh pusat-pusat operasi (pos komando) di area
bencana.
c. Berkoordinasi
dengan instansi/lembaga terkait di pusat operasi BPBD.
d. Menjalankan
pedoman manajemen logistik dan peralatan penanggulangan bencana secara
konsisten.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bencana adalah
konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti
letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor),
nonalam (gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit) dan
bencana sosial (konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat dan
teror). Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya
manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan
dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung
pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka.
Besarnya potensi kerugian juga
tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam
bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi
mengakhiri peradaban umat manusia.
Banyak masalah yang berkaitan
dengan bencana alam. Kehilangan dan kerusakan termasuk yang paling sering harus
dialami bersama datangnya bencana itu. Harta benda dan manusia terpaksa harus
direlakan, dan itu semua bukan masalah yang mudah. Dan juga terhambatnya laju
perekonomian daerah tersebut.
Pedoman Manajemen Logistik dan Peralatan dalam penanggulangan bencana
dimaksudkan sebagai petunjuk praktis yang dipergunakan oleh semua pihak dalam
melaksanakan upaya penanggulangan bencana sejak prabencana, saat bencana dan
pascabencana. Sehingga dapat mengurangi
dampak atau kerugian yang disebabkan oleh bencana.
A.
SARAN
Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh
perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun
material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan
yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat
guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi. Dengan demikian diharapkan
pelaksanaan manajemen logistik dan peralatan dapat berjalan secara efektif dan
efisien dan terkoordinasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Kholid, Ahmad S.Kep, Ns. Prosedur Tetap Pelayanan Medik
Penanggulangan Bencana.